Tuesday, April 30, 2013

Hubungan Kejahatan dengan Tingkat Ekonomi



Ahok mengatakan sebenarnya diam-diam Pemprov DKI telah melakukan survey ke seluruh RW, RT dan kelurahan mengenai pemicu terjadinya tindakan kriminalitas di Jakarta.
\"Kami harapkan tiap-tiap RW mengetahui permasalahannya seperti apa. Sehingga potensi konflik dapat dicegah," kata Ahok di SMPN 120 Kamal Muara, Jakarta Utara, Sabtu (13/4).
Berdasarkan pengamatannya secara pribadi, Ahok melihat tingkat ekonomi masyarakat yang rendah menjadi salah satu permasalahan yang ada di Jakarta, sehingga rawan terjadi tindak kejahatan.
"Coba saja, kalau tingkat ekonominya tinggi, pasti tidak ada kejahatan," ujarnya-beritasatu.com
Tidak ada keraguan bahwa ekonomi yang kuat mendorong tingkat kejahatan rendah, karena berbagai alasan. Sementara banyak ahli tidak bisa langsung atribut penurunan dalam kejahatan kekerasan pencegahanengan peningkatan kekuatan ekonomi terlihat pada tahun 1990-an, mereka atribut ke dana negara tambahan untuk departemen kepolisian dan langkah-langkah  kejahatan. Penurunan kejahatan properti, khususnya pencurian, langsung relasional untuk peningkatan kesejahteraan ekonomi Indikasi penelitian ini menunjukkan bahwa ketika warga negara memiliki sumber daya untuk menyediakan kebutuhan mereka cenderung beralih ke kejahatan sebagai cara. menyediakan bagi mereka dan keluarga mereka, dan orang-orang yang lebih mungkin untuk melakukan kejahatan kekerasan sering terhambat atau terjebak dalam bertindak melalui intervensi meningkat oleh penegak hukum dimungkinkan oleh sumber daya keuangan yang memadai.

Selama ini banyak pemikiran yang menghubungkan perekonomian dengan faktor ekonomi. Tapi sedikit yang mau memikirkan hubungan perekonomian dengan faktor non ekonomi seperti kriminalitas ini. Bagaimanapun indahnya faktor perekonomian jika tidak didukung oleh faktor non ekonomi tentulah dunia usaha tidak akan berkembang. Dan perekonomian pun menjadi suram. Sadar atau tidak selama ini Pemerintah atau warga kurang mau memperhatikan pembangunan sektor keamanan di tengah kehidupan. Selama ini faktor keamanan dan pertahanan selalu dikaitkan dengan upaya untuk mempertahankan keutuhan negara dari gangguan luar negeri. Tidak pada kepentingannya bagi kehidupan dalam negeri sehingga keamanan dalam negeri berjalan biasa biasa saja. Keamanan dianggap tidak begitu penting dan kurang diperhatikan dalam kehidupan masyarakat umum.

Saat ini, setelah tingkat kriminalitas berjalan tinggi keadaannya menjadi lain. Masyarakat seperti dibangunkan dari tidur. Kegelisahan pun terjadi. Kelompok pengusaha khususnya merasa keamanan perusahaannya mulai terancam dan ikut memperlemah niatnya untuk membuka atau memperluas kegiatan usahanya. Kecurigaannya terhadap keamanan pun muncul. Dan bagi pengusaha yang memiliki modal kuat mulai berpikir mengalihkan usahanya ke luar negeri yang keamanannya lebih terjamin. Kecurigaan ini juga muncul pada pengusaha domestik. Pemerintah tentu tidak bisa menahannya dan keadaan ini akan memperburuk perekonomian dalam negeri. 

Kriminalitas, Rendahnya Tingkat Upah, dan Pengangguran

         Sebuah studi terbaru memberikan beberapa bukti terbaik untuk menegaskan bahwa upah rendah (low wages) dan pengangguran (unemployment) membuat orang yang kurang berpendidikan lebih cenderung beralih ke kejahatan. Para peneliti telah memeriksa tingkat kejahatan nasional antara 1979 dan 1997 dan menemukan adanya peningkatan kejahatan selama periode kejatuhan tingkat upah dan meningkatnya pengangguran di antara orang-orang tanpa pendidikan perguruan tinggi.
         Sementara politisi fokus untuk memerangi kejahatan, studi ini menunjukkan bahwa dampak pasar tenaga kerja tidak boleh diabaikan, kata Bruce Weinberg, salah satu penulis dalam studi ini sekaligus profesor ekonomi di Ohio State University. “Pejabat publik dapat menempatkan polisi lebih banyak, menerapkan undang-undang dengan hukuman yang lebih keras, dan mengambil langkah lain untuk mengurangi kejahatan, tetapi ada batas untuk seberapa banyak yang bisa dilakukan,” katanya. “Kami menemukan bahwa pasar tenaga kerja yang buruk memiliki dampak yang mendalam pada tingkat kejahatan.” Weinberg melakukan penelitian dengan Eric Gould dari Hebrew University dan David Mustard dari University of Georgia. Hasilnya muncul dalam edisi terbaru The Review of Economics and Statistics.
          Dari tahun 1979 sampai 1997 statistik federal menunjukkan bahwa penyesuaian inflasi upah laki-laki tanpa pendidikan tinggi turun sebesar 20 persen. Meskipun menurun setelah tahun 1993, tingkat kejahatan terhadap harta benda (property) dan kekerasan (disesuaikan dengan perubahan demografi negara) meningkat sebesar 21 persen dan 35 persen selama periode itu. Weinberg mengatakan temuan terkuat di studi baru ini adalah hubungan antara kejatuhan upah dan kejahatan properti seperti pencurian (burglary). Namun, studi ini juga menemukan hubungan antara upah dan beberapa kejahatan dengan kekerasan – seperti penyerangan dan perampokan – di mana uang sering motif. Hubungan terlemah terjadi dengan pembunuhan dan pemerkosaan – dua kejahatan di mana keuntungan keuangan (monetary gains) biasanya tidak menjadi motif aksi. “Fakta bahwa pembunuhan dan pemerkosaan tidak memiliki banyak koneksi dengan upah dan pengangguran menyediakan bukti yang baik bahwa banyak penjahat termotivasi oleh kondisi ekonomi yang miskin untuk berubah menjadi kejahatan,” kata Weinberg.
          Teori di balik mengapa peningkatan kejahatan terjadi setelah upah jatuh adalah sederhana, katanya. “Penurunan upah meningkatkan hasil relatif (relative payoff) dari kegiatan kriminal. Ini tampak jelas bahwa kondisi ekonomi pasti memiliki dampak pada kejahatan. Beberapa studi secara sistematis telah mempelajari masalah ini.” Tingkat kejahatan nasional meningkat dari 1979 ke 1992, ketika upah bagi orang yang kurang terampil berjatuhan. Kejahatan menurun dari 1993 ke 1997. Turunnya kejahatan berhubungan dengan pemerataan dan sedikit peningkatan upah pekerja yang tidak terampil di seluruh negara di masa itu, kata Weinberg.
          Weinberg dan rekan-rekannya melakukan beberapa analisis untuk menguji hubungan antara upah, pengangguran dan kejahatan antara tahun 1979 dan 1997 untuk orang tanpa pendidikan perguruan tinggi. Dalam satu analisis, mereka melihat tingkat kejahatan di 705 counties (kabupaten) di seluruh negeri – semua kabupaten dengan populasi lebih besar dari 25.000 – dan membandingkannya dengan upah negara dan tingkat pengangguran. Analisis kedua difokuskan pada statistik dari 198 wilayah metropolitan seperti yang didefinisikan oleh Sensus Amerika Serikat. Para peneliti mengambil faktor-faktor seperti tingkat penangkapan (arrest rates) dan jumlah polisi yang mungkin juga mempengaruhi tingkat kriminalitas.

0 comments:

Post a Comment

 

Nurul Hanifah Copyright © 2012 Design by Ipietoon Blogger Template